Selasa, 28 Juni 2011

 BERCINTA DI TAMAN SURGA

Segala puji hanya milik Allah SWT Rabul Izati, yang segala amal perbuatan, kita tujukan kepada-Nya, salam dan shalawat semoga selalu dilimpahkan kepada pribadi mulia yang harus kita cintai melebihi cinta kita kepada diri kita sendiri, orang tua, anak, keluarga dan seluruh manusia di bumi ini yaitu nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya dengan baik hingga hari kiamat. Cinta Adalah sebuah ungkapan yang sangat indah dalam kehidupan manusia, dengan cinta manusia bisa sengsara dan dengan cinta pula manusia bisa bahagia, bahkan surga bisa diraih dengan cinta begitu juga neraka manusia bisa terpeleset kedalamnya gara-gara cinta. Cinta yang mana yang bisa membawa bahagia dan memasukkan kesurga dan cinta yang bagaimana yang bisa menyengsarakan dan bahkan menjerumuskan ke neraka?
  • APAKAH ARTI CINTA
Hati adalah perbedaharaan yang hanya bisa di baca oleh pemiliknya dan ketenangan batin adalah cahaya yang bersinar dalam kegegelapan, mata air yang memancar di tengah padang pasir dan perbendaharaan yang berada dalam rumah yang ditinggalkan pemiliknya, berapa banyak waktu yang hilang demi cinta, berapa banyak pikiran yang terkuras karena cinta? Kita tenggelamkan hari-hari kita dalam huruf-huruf cinta yang tak bertepi. Pecinta hidup diantara ingat dan lupa, pecinta tidak tahu antara tersambung dan terhalang. Cinta membahagiakan dalam nama dan menyengsarakan dalam tuilisan, indah dalam gambar dan buram dalam hakikat. Cinta adalah mahkota tapi dari besi, harta benda tapi dari tanah, dan tambang tapi dari fatamorgana. Setiap hati memiliki tabiat cinta yang mengalirkan kelezatan dan kesenangan. Cinta apapun namanya tetap terbatas, lantas cinta apakah yang hakiki? Kebahagiaan apa yang menyamai kebahagiaan dalam cinta. Kesuksesan akhir apakah yang menyamai cinta itu. Ibnu Taimiyah berkata : “Yang bermanfaat bagi hamba hanyalah cinta karena Allah terhadap manusia yang dicintai-Nya seperti para nabi, dan shalihin; karena mencintai mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah serta cintaNYa. Sedangkan mereka adalah orang-orang yang berhak mendapatkan cinta ALLah”.
  • ANTARA CINTA SEMU DAN SEJATI
Kata cinta di kalangan remaja pada umumnya berorientasi seputar hubungan antara dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Mereka akan rela saling berkorban demi cinta mereka agar tidak kandas. Lain lagi dengan para pengagum dunia fana, dia akan memandang dunia ini adalah segala-galanya, hidupnya hanya ia gunakan untuk kesenangan yang sesaat, dia tidak pernah berfikir tentang negeri yang kekal yaitu akhirat. Ali pernah dirtanya : “Wahai amirul mukminin, jelaskan kepada kami sifat-sifat dunia!”, Ali menjelaskan : “Aku tidak bisa menjelaskan kehidupan yang manapun, hanya saja orang yang bisa menjaga kesehatannya akan merasa aman, yang jatuh sakit akan menyesal, yang jatuh dalam kehidupan fakir akan menyesal dan yang menikmati kecukupan akan diuji, dalam amalan dunia yang halal terdapat perhitungan, sedang yang haram terdapat neraka”. Di dunia ini manusia bersitegang dan saling menjatuhkan terhadap sesama, sebagian kehilangan agamanya dan banyak lagi yang melupakan anak-anaknya. Rasa iri menjalar kemana-mana, dendam tertanam dalam-dalam dan kebencian merajalela. Kita harus cermat memperhatikan bagaimana Al Fudhail menilai dunia ini dengan ungkapannya : “Hati anda tidak akan selamat sampai anda tidak mempedulikan orang yang makan harta dunia”. Orang yang mencintai dunia, niscaya dia akan menjadikannya sebagai tujuan yang dikejar dengan berbagai cara, yang sebenarnya Allah jadikan untuk mencapai tujuan dunia dan akhirat. Cinta dunia merupakan cinta semu, akan tetapi banyak orang yang berpandangan salah, ada yang mencintai dunia sampai dia lupa akan akhiratnya dan ada sebagian yang memaki seakan-akan dia tidak butuh lagi dengan dunia. Padahal sebenarnya dunia tidak hina karena dirinya, tetapi pujian atau celaan tergantung pada perbuatan hamba di dalamnya. Dunia adalah jembatan penyeberangan menuju akhirat dan dari padanya bekal menuju surga. Dan kehidupan baik yang diperoleh penduduk surga tidak lain kecuali berdasarkan apa yang telah mereka tanam ketika di dunia. Islam mengajarkan kepada hambanya untuk mempersembahkan cinta sejatinya yang paling hakiki hanya kepada dzat yang paling agung yaitu ALLAh subhanahu wa ta’ala, tidak mencintai ketika harus mencintai karena Allah dan tidak membenci ketika harus membenci kecuali karena Allah sehingga dia tidak mencintai segala sesuatu kecuali segala sesuatu itu dicintai ALlah dan RasulNya dan tidak membenci kecuali yang dibenci Allah dan RasulNya. Sebagaimana sabda Rasulullah : “Barang siapa mencintai karena ALlah, membenci karena Allah dan menahan pemberian karena ALlah, sungguh ia telah menyempurnakan imannya”. (HR. Abu Daud). Seorang muslim hendaknya mencintai hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih dan membenci serta memusuhi hamba-hamba-Nya yang fasik.
  • MENABUR BENIH CINTA
Jika hati hamba telah terpaut kepada Allah, maka ia mencintai segala yang mendekatkan diri kepada Nya serta semakin menambah kedekatan. Ia selamanya lebih mencintai Allah. Tiada cinta yang menyamai cinta tersebut. Ia hanya mencintai Allah dan mencintai karenaNya. Ibnu Taimiyah berkata : “Jika kamu mencintai seseorang karena Allah, maka sebenarnya Allah jualah yang kamu cintai. Setiap kamu mengilustrasikanNya dalam hatimu maka kamu akan mengilustrasikan kekasih yang sejati lalu kamu mencintainya sehingga bertambahlah cintamu kepada Allah. Demikian pula ketika kamu mengingat Nabi dan para Nabi – rasul sebelumnya serta para sahabat mereka yang shalih, dan kamu mengilustrasikan mereka ke dalam hatimu maka itu akan membawa hatimu kepada cinta Allah yang memberi nikmat kepada mereka, apabila kamu mencintai mereka karena Allah, sebab orang yang dicintai karena Allah akan membawa kepada mahabatullah (cinta Allah). Orang yang mencintai karena Allah, maka Allah lah sebenarnya yang dicintainya, sebab dia senang kekasihnya membawa kepada Allah. Masing-masing, baik orang yang mencintai karena Allah maupun yang dicintai karena Allah akan mengantarkanya kepada Allah”. Untuk bisa mencintai Allah kita harus memiliki ilmunya, tanpa ilmu kita tidak akan bisa mencintai-Nya. Hakikat ilmu adalah mengenal Allah secara baik dan benar, sebab Dialah Dzat Pelindung dan Pemelihara seluruh mahluk termasuk manusia. Jika cinta telah menghujam seorang hamba kepada Rabbnya maka ia akan merasa dekat dengan Allah dan begitu pula Allah bila hambaNya meminta Dia akan memberi dan bila hambaNya memohohn Dia akan mengabulkan sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi : “Jika hambaKu terus menerus melakukan hal-hal yang sunnah untuk bertakarrub kepadaKu hingga Aku mencintainya. Hingga firmanNya : Jika memohon kepadaKu maka Aku akan memberinya dan jika ia berlindung kepadaKu maka Aku akan memberi perlindungan kepadanya”. (Penggalan HR. Tirmidzi no: 2516). Dan Nabi juga pernah berwasiat kepada Ibnu Abbas : “Jagalah Allah, Allah akan menjagamu, jagalah Allah, kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah pada waktu senang maka Dia akan mengenalimu pada waktu susah”. (HR. Tirmidzi)
  • SAATNYA MEMUPUK CINTA
Seorang hamba harus mengenal Allah secara khusus dalam hatinya, sehingga merasa dekat dan akrab pada saat sedang bermunajat. Dia merasa manisnya berdzikir, berdoa, bermunajat dan berkhidmad kepada Allah. Tidak ada yang bisa mendapatkan itu kecuali orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan yang cukup tentang agama dan diwujudkan dalam realita ketaatan kepada Allah dalam keadaan sepi maupun ramai. Bila seorang hamba telah merasakan cinta, takut dan berharap hanya kepada ALlah maka dia telah mengenal tuhannya dengan baik dan pengenalan secara khusus sehingga bila meminta akan diberi dan bila memohon akan dikabulkan. Seorang hamba pasti akan mengalami kesulitan dan kesedihan baik di dunia, di alam kubur maupun di padang mahsyar, jika dia dengan Allah mengenal secara khusus maka semua itu akan menjadi ringan dan Allah mencukupinya. Namun tidak semua ilmu itu bermanfaat (bisa untuk mengenal Allah secara benar), kecuali ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya sebagaimana yang dikatakan oleh Al Auza’i bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan oleh sahabat Rasulullah dan selain itu bukan ilmu. Sementara ilmu yang bermanfaat hanya ilmu ma’rifah kepada Allah dan ilmu yang mampu menunjuki seorang hamba untuk mengenal Tuhannya sehingga merasa akrab, dekat dan beribadah seakan-akan melihatnya. Imam Ahmad berkata tentang kebaikan : Sumber Ilmu adalah Takut Kepada Allah. Asal ilmu adalah ilmu tentang Allah yang mampu menumbuhkan Khasyah, kecintaan, kedekatan dan keakraban dengan Allah serta kerinduan kepada-Nya kemudian ilmu tentang hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan apa-apa yang disenangi dan diridhai Allah baik berupa ucapan, perbuatan, tindakan dan keyakinan.
  • BILA GAGAL BERCINTA
Barang siapa yang mampu mencintai Allah berdasarkan dengan ilmu maka ia akan mendapatkan hati yang khusyuk, jiwa yang qanaah dan doa yang didengar. Dan siapapun yang tidak mencintai Allah maka ia terjerat dengan empat perkara dan Rasulullah telah memohon perlindungan darinya yaitu Ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak pernah merasa puas dan doa yang tidak dikabulkan. Sehingga ilmunya menjadi malapetaka dan racun bagi dirinya dan ia tidak mengambil manfaat dari ilmunya karena hatinya semakin jauh dari Allah, jiwa bertambah kering dan tamak bahkan semakin bertambah tamak. Akhirnya doanya tidak didengar akibat pelanggaran terhadap perintah Allah dan tidak menjauhi apa-apa yang dibenci dan dimurkai Allah.
  • INDAHNYA BERCINTA DENGAN ALLAH
Orang yang mencintai Allah akan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah dan jika sumber ilmudari selain Al Qur’an dan As Sunnah maka ilmu tersebut tidak berguna dan tidak bisa dimanfaatkan bahkan lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya.
Sebagai bukti mencintai Allah adalah mencintai Rasulullah sebagaimana firman Allah : “Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran : 31)
Orang-orang yang mencintai Allah maka akan selalu mencari segala sesuatu menjadikan Allah cinta.
  • INDAHNYA BERCINTA DENGAN RASUL
Mencintai Rasulullah merupakan puncak keimanan dan buah kesalihan seseorang dalam beragama. Mencintai Rasulullah bukan sekedar kata-kata dan bukan pula sekedar cerita, dan juga tidak hanya dengan dakwah lesan ataupun tidak cukup pula hanya cinta di dalam hati, namun mencintai Rasulullah harus disertai dengan ittiba’ (mengikuti dan mencontoh) perilaku beliau, meniti di atas petunjuknya dan merealisasikan manhaj beliau dalam kehidupan sehari-hari. Cinta kepada Rasulullah bukan nada-nada yang dilagukan bukan pula kasidah-kasidah yang disenandungkan dan juga bukan pula kata-kata yang diucapkan. Agar cinta kita kepada Rasulullah membuahkan pahala dan meraih surga maka harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
1. Wajib mencintai Rasulullah melebihi dari cintanya kepada diri sendiri, orang tua, anak, keluarga, harta dan seluruh manusia
2. Wajib mencintai Nabi melebihi cintanya kepada orang tua dan anak
3. Wajib mencintai Nabi lebih dari mencintai keluarga, harta dan seluruh manusia
4. Ancaman bagi orang yang mencintai mahluk lebih dari pada mencintai nabi

Hidup secara Islami

Banyak pilihan terkait cara hidup. Dalam perspektif agama, bisa dibedakan antara cara hidup penganut hindu, budha, Kristen, Protestan, Kong Hucu, Islam dan lain-lain termasuk mereka yang atheis sekalipun. Masing-masing ajaran agama itu, didasarkan atas keyakinan, baik terkait dengan konsep ketuhanan, kepercayaan terhadap yang ghaib, makna kehidupan, termasuk kepercayaan terhadap hidup setelah mati. Antara pemeluk agama yang berbeda masing-masing memiliki cara hidup yang berbeda pula, oleh karena di antara mereka memiliki keyakinan masing-masing yang berbeda. Perbedaan itu terkait dalam banyak hal, misalnya konsep tentang tuhan, cara penyembahan, berbagai bentuk ritus, dan bahkan juga keyakinan seseorang setelah meninggal dunia. Tetapi di antara agama yang berbeda-beda itu, terdapat kesamaan, misalnya adanya tempat yang dianggap suci untuk penyembahan, pengorbanan, pernikahan, dan juga upacara-upacara setelah seseorang meninggal dunia. Tulisan singkat ini, ingin memberikan gambaran singkat tentang cara hidup secara Islam. Bahwa ajaran Islam tidak saja berisi petunjuk tentang kegiatan ritual, tetapi menyangkut seluruh aspek kehidupan. Islam memberikan petunjuk dalam melakukan kegiatan ritual, yang dalam pengertian sederhana disebut ibadah. Akan tetapi ibadah dalam Islam tidak hanya berbentuk ritual, melainkan terkait dengan semua kegiatan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sementara ulama membedakan antara ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdhan. Pembagian tersebut sebenarnya tidak terlalu terkait dengan persoalan penting atau tidak penting, perlu didahulukan atau yang boleh dikemudiankan, utama atau kurang utama, melainkan sebatas kategorisasi untuk memudahkan dalam memahami ibadah dalam Islam. Ibadah mahgdhah misalnya sahadat, shalat, puasa, zakat, haji. Sedangkan yang disebut ghoiru mahdhah adalah semua kegiatan manusia yang terkait dengan kebaikan, misalnya mencari ilmu, menolong orang lain, mengasuh anak yatim, memberi santukan fakir miskin, memudahkan urusan orang dan seterusnya. Kedua jenis ibadah itu harus ditunaikan sebaik-baiknya. Tidak semestinya, kaum muslimin misalnya hanya memilih ibadah mahdhah dan mengabaikan ibadah ghairu mahdhah. Kedua-duanya harus dijalankan sebagai cara hidup Islam. Mengabaikan ibadah ghoiru mahdhah, misalnya tidak peduli terhadap anak yatim dan orang miskin, maka dipandang mendustakan agamanya. Shalat masuk kategori ibadah mahdhah, sekalipun dilakukan dengan khusuk dan tekun akan menjadi sia-sia, manakala mengabaikan orang yang menderita yang seharusnya ditolong. Demikian pula mencari ilmu, masuk kategori ibadah ghoiru mahdhah, akan tetapi jika dilakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang meraih kemuliaan. Itulah sebabnya, setiap menyebut kata iman, selalu dilanjutkan dengan kata amal shaleh. Iman tidak banyak memberi makna jika tidak membuahkan amal shaleh. Bahkan, amal sahaleh tidak akan bermakna jika tidak didasari oleh ilmu dan akhlakul karimah. Dengan demikian maka jika beberapa konsep itu disebutkan semua, maka Islam menyatukan antara ilmu, iman, amal shaleh dan berujung pada terbentuknya akhlakul karimah. Itulah sebabnya, nabi mengatakaninnama buistu liutammima makarimal akhlak. Sesungguhnya aku (Nabi Muhammad) diutius untuk menyempurnakan akhlak mulia. Dengan pemahaman seperti itu, maka Islam sebenarnya adalah suatu cara hidup yang khas, yang jelas berbeda dari cara hidup lainnya. Mungkin sebagian ajarannya terdapat kesamaan dengan agama lain, misalnya terkait dengan nilai-nilai, seperti nilai kejujuran, keadilan, kedamaian, kasih sayang, syukur, keikhlasan dan seterusnya adalah karena sifat universalitas ajaran Islam itu. Tetapi, di antara banyak cara hidup tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dipaksa-paksa untuk disamakan atau bahkan sekedar dianggap sama. Dalam perkembangannya yang semakin lama dan juga semakin meluas, Islam sendiri ternyata dipersepsi secara beda hingga menampakkan wajah yang berbeda-beda pula. Akan tetapi, sejauh apapun perbedaan itu, masih memiliki kesamaan. Kesamaan itu misalnya terkait dengan konsep ketuhanan, kenabian, kitab suci, kepercayaan terhadap yang ghaib, hari akhir dan juga cara-cara ibadah yang disebut mahdhah. Jika perbedaan itu terjadi, maka sifatnya tidak terlalu mendasar dan masih bisa disatukan kembali. Bahkan perbedaan itu sudah muncul sejak di zaman shahabat, dan bahkan tatkala Nabi Muhammad masih hidup. Para ulama’ dan atau cendekiawan Islam selalu berpandangan bahwa Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan. Islam memberikan tuntunan hidup mulai dari hal yang bersifat lahir hingga batin. Dalam Islam, apa saja dilaksanakan akan dinilai mulai dari niatnya. Motivasi atau niat menduduki posisi penting dalam semua tindakan manusia.Niat dalam semua tindakan harus benar, yaitu ikhlas karena Allah. Artinya, Islam tidak saja memberi tuntunan terhadap hal yang bersifat lahir, tetapi juga hal yang bersifat sangat pribadi, yaitu aspek batin. Selain itu, semua tindakan, baik yang bersifat mahdhah maupun yang ghoiru mahdhah, yang dilakukan oleh kaum muslimin harus dimulai dengan mengucap basmallah, dilakukan dengan sabar, ikhlas, ikhsan, istiqomah, tawakkal dan diakhiri dengan rasa syukur, dengan mengucapkan hamdallah. Semua itu menghasilkan apa yang disebut dengan amal shaleh, atau kerja yang terbaik, yang dimaksudkan sebagai ibadah atau pengabdian kepada Allah. Dalam Islam, semua kegiatan harus dimaknai sebagai ibadah, atau mengabdi pada Allah. Oleh karena itu, di antara semua manusia memiliki posisi yang sama. Tidak selayaknya seseorang mengabdi terhadap sesama manusia. Dalam komunitas apapun dan di mana pun, antara anak buah dengan atasan sekalipun, dalam hal bekerja, adalah selalu dipandang berposisi sama. Pembedaan hanya terkait dengan tanggung jawab dan jenis pekerjaan. Kualitas pekerjaan, dalam Islam bukan dinilai dari jenis dan posisinya, melainkan dari kesalehannya. Sebagai tukang sapu yang melakukan tugasnya dengan shaleh dan ikhlas, maka bisa jadi, justru lebih mulia dari pekerjaan seorang direktur yang tampak berwibawa namun tidak dilakukan secara shaleh dan tidak ikhlas. Siapapun yang bekerja secara benar, dalam arti berniat secara baik, yaitu diawali dengan mengucap basmallah, dilakukan secara ikhlas, sabar, istiqomah dan yang dilakukan dengan cara terbaik, diliputi oleh suasana bersyukur, maka akan dipandang terbaik menurut Islam. Sebaliknya Islam tidak membolehkan kepada siapapun melakukan kerusakan di muka bumi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan. Islam selalu berorientasi pada keselamatan bagi semua. Demikian pula, Islam tidak membolehkan saling merugikan, menjatuhkan, dan menyakiti. Islam juga mengembangkan konsep Iakhsan, yaitu bahwa dalam menghadapi berbagai pilihan, maka harus selalu memilih yang terbaik. Semua itu dilakukan atas dasar keyakinan yang kokoh atau keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Prinsip-prinsip seperti itu seharusnya diwujudkan dalam semua kegiatan, baik yang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan, berpolitik, ekonomi, sosial, berkomunikasi, pendidikan, hukum, dan semua hal lainnya. Dalam bidang ekonomi misalnya, prinsip-prinsip tersebut dijalankan ketika berdagang, bertani, berindustri, dan semua bidang kegiatan lainnya. Islam juga memberikan tuntunan dalam melakukan kegiatan ritual, seperti mengucapkan dua kalimah syahadat, shalat, pauasa di bulan Ramadhan, zakat dan haji. Itu semua adalah cara hidup menurut pandangan Islam yang harus dijalankan sepanjang waktu dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, Islam adalah sebuah cara hidup atau lebih tepat disebut sebagai budaya Islam. Budaya itu dibangun atas petunjuk dua sumber pokok, yaitu al Qur’an dan hadits nabi. Akhirnya, manakala budaya Islam itu dipelihara dan dijalankan dengan baik, tepat, dan sempurna, maka siapapun akan mendapatkan keselamatan, baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a’lam.